Literasi Sains

MAKALAH

LITERASI SAINS

TUGAS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari

Syarat Tugas Mata Kuliah Inovasi Pendidikan

Dosen Agus Setiawan, DR. M.SI

Oleh

YUVITA OKTARISA

1104177

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

2012

LITERASI SAINS

 

    I.        Pendahuluan

Standar kompetensi lulusan Kelompok mata pelajaran IPA (sains) pada kurikulum 2006[1] menyebutkan bahwa sains berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan sains disekolah diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Literasi sains berarti mampu menerapkan konsep-konsep atau fakta-fakta yang didapatkan disekolah dengan fenomena-fenomena alam yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan literasi sains mencerminkan kesiapan warga negara dalam menjawab tantangan global yang semakin hari semakin mendesak.

Literasi sains merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh mata pelajaran-mata pelajaran yang berumpun pada sains. Salah satu mata pelajaran yang mengampu pada sains adalah mata pelajaran fisika. Melalui mata pelajaran fisika diharapkan siswa mampu mengembangkan kemampuan berpikir analitis induktif dan deduktif dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar. Jika tingkat  literasi sains siswa meningkat maka bukan suatu yang mustahil untuk dapat meningkatkan literasi sains nasional.

PISA-OECD (Programe for International Student Assessment-Organisation for Economic Cooperation and Development)[2] telah melakukan suatu pemonitoran mengenai kemampuan literasi sains Negara Indonesia. Data yang didapatkan dari hasil pengukuran PISA-OECD diketahui bahwa kemampuan peserta didik di Indonesia dalam hal literasi sains yang diukur berdasarkan PISA Nasional 2006 masih berada pada tingkatan rendah, yakni 29% untuk konten, 34% untuk proses, dan 32% untuk konteks, sebanding  dengan tingkat literasi pada PISA Internasional. Dari hasil temuan tersebut, terutama untuk konteks aplikasi sains terbukti bahwa banyak peserta didik di Indonesia tidak dapat mengaitkan pengetahuan sains yang dipelajarinya dengan fenomena-fenomena yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Data tersebut menunjukan bahwa tujuan pembelajaran sains di Indonesia belum tercapai.

Para praktisi di bidang pendidikan selakyanya dapat mengurai lebih detail pengertian literasi sains, bagaimana literasi sains dapat dilatihkan dan bagaimana cara yang tepat agar literasi sains dapat diukur dengan baik.

Makalah ini berisikan uraian mengenai pengertian sains, bagaimana kemampuan sains itu dapat dilatihkan dan menguraikan alat ukur yang tepat mengenai literasi sains.

 II.        Isi

 

  1. a.   Pengertian Literasi sains

Holbrook (2009) dalam jurnalnya The meaning of science, menyatakan literasi sains berarti penghargaan pada ilmu pengetahuan dengan cara meningkatkan komponen-komponen belajar dalam diri agar dapat memberi kontribusi pada lingkungan sosial. Berdasarkan pernyataan diatas literasi sains memiliki arti luas, setiap kalangan dapat memberikan kontribusi dalam mengartikan literasi sains. Setiap kalangan umur memberikan kontribusi terhadap teknolgi berdasarkan tingkat pemahaman yang dimilikinya. Secara umum literasi sains memiliki beberapa komponen, komponen tersebut adalah:

  1. mampu membedakan mana konteks sains dan mana yang bukan konteks sains
  2. mengerti bagian-bagian dari sains dan memiliki pemahaman secara umum aplikasi sains
  3. memiliki kemampuan untuk menerapkan pengetahuan sains dalam pemecahan masalah
  4. mengerti karakteristik dari sains dan mengerti kaitannya dengan budaya
  5. mengetahui manfaat dan resiko yang ditimbulkan oleh sains

Komponen-komponen diatas merupakan dasar pengembangan dari indikator yang akan disusun untuk meneliti lebih lanjut literasi sains.

Jika dikaitkan dengan Aspek  pengetahuan dalam taksonomi bloom[3], literasi sains ini lebih dominan dengan domain pengetahuan Applying, Analysing, dan evaluating dalam kehidupan sehari-hari. Jika dikembangkan lebih lanjut domain pengetahuan Applying, Analysing, dan evaluating dalam kehidupan sehari-hari, akan menciptakan kemampuan dalam menciptakan sesuatu (creating).

Aplikasi dan menkreasikan sesuatu telah masuk pada tahapan berpikir tingkat tinggi, jadi peningkatan literasi sains seseorang secara langsung dapat meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi seseorang. Kemampuan tingkat tinggi yang dapat dikembangkan dalam literasi sains adalah dapat menggunakan konsep sains dan teknologi, mampu menempatkan, mengklasifikasikan teknologi informasi untuk memecahkan masalah sehari-hari agar dapat membuat keputusan, dapat membedakan bukti sains dan bukti teknologi untuk mengetahui informasi yang reliable dan yang tidak reliable, mampu memberikan penjelasan mengenai fenomena yang terjadi berdasarkan konsep yang telah dipahami, dapat menggunakan metode ilmiah dalam memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, dan mampu menganalisis hubungan sains dan teknologi dengan isu yang berkembang dalam masyarakat. Produk-produk berpikir tingkat tinggi diatas dapat dipilih sesuai dengan porsi literasi sains yang diinginkan. Indikator literasi sains dan berpikir tingkat tinggi tentu disesuaikan dengan individu yang akan ditinjau. Dengan pemilihan indikator yang berbeda, maka akan memberikan pengertian literasi sains yang berbeda. Namun secara garis besar literasi sains memiliki arti yang sama yaitu mampu mengaplikasikan konsep-konsep keilmuwan dalam memecahkan masalah sehari-hari.

  1. b.   Literasi sains dalam pembelajaran fisika

Menurut standar kompetensi lulusan yang terdapat pada Kurikulum 2006, terdapat dua tujuan pelajaran fisika di sekolah yang sejalan dengan literasi sains, dua kemampuan itu adalah

  1. Kemampuan untuk dapat mengembangkan pengalaman agar dapat merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrument percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan atau tertulis.
  2. Mengambangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaikan masalah baik secara kualitaif maupun kuantatif.

Dengan dua tujuan dari pelajaran fisika ini, diharapkan sekolah sebagai lembaga pendidikan formal dapat menciptakan lingkungan pembelajaran demi tercapainya tujuan pelajaran fisika. Pertanyaannya adalah apakah pembelajaran fisika dikelas sudah melatihkan kemampuan literasi sains siswa?. untuk itu sebagai seorang guru tentu kita harus memiliki wawasan pembelajaran seperti apa yang bisa diaplikasikan agar kemampuan literasi sains siswa dapat meningkat. Kompoenen-komponen pembelajaran mulai dari perencanaan, proses dan evaluasi harus dikuasai oleh guru agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai.

Pembelajaran adalah penciptaan lingkungan agar manusia-manusia yang ada didalamnya mengalami pengalaman tertentu, sehingga tanggapan dan tingkat laku seseorang dapat berubah dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa, atau dari suatu keadaan ke keadaan lain yang diinginkan dalam tujuan pembelajaran.

Penyusunan rangkaian pembelajaran mengacu pada kompetensi yang diharapkan tercapai. Setiap kegiatan dalam proses pembelajaran memberikan andil bagi kompetensi yang ingin dimiliki siswa. Rangkaian aktivitas pembelajaran terangkum dalam model pembelajaran yang digunakan. Pemilihan model pembelajaran yang digunakan disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Jika tujuan pembelajarannya adalah ingin melatihkan kemampuan literasi sains maka guru harus memilih model pembelajaran yang dapat melatihkan kemampuan literasi sains pada siswa.

Terdapat prinsip-prinsip penting yang harus ada dalam sebuah pemebalajaran yang bertujuan untuk melatihkan kemampuan literasi sains pada siswa. prinsip-prisip tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Membuat pembelajaran lebih konseptual, sehingga siswa mampu mengintegrasikan konsep dengan kehidupan sehari-hari. Setelah siswa memahami konsep, siswa dituntun agar dapat melihat aplikasi dari konsep yang telah dipelajari dalam kehidupan sehari-hari.
  2. Agar siswa lebih termotivasi dalam belajar, maka guru harus dapat menyediakan pembelajaran yang interaktif.
  3. Buat pembelajaran lebih konseptual, siswa selalu terpapar dengan informasi dan peristiwa terbaru yang terjadi yang berkaitan dengan konsep yang dipelajari.
  4. Buat topik yang dipelajari ada kaitannya dengan isu sosial yang sedang hangat dibicarakan.
  5. Siswa diajak untuk memahami topk-topik secara lebih mendalam sehingga siswa benar-benar mengerti mulai dari konsep sampai aplikasi mengenai topik tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Kelima prinsip diatas adalah hal-hal minimal yang harus ada dalam sebuah pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan literasi sains. Terdapat beberapa model pembelajaran yang bisa digunakan dalam melatihkan kemampuan literasi sains, salahsatunya adalah model pembelajaran berbasis inkuiri. Secara garis besar model pembelajaran berbasis inkuiri memiliki hal-hal penting dimana disetiap tahapannya memiliki tujuan tertentu.

Tabel 1. Tahapan Model Pembelajaran Inkuiri dan Tujuannya

No

Tahapan

Tujuan

1 Brainstorming Menumbuhkan rasa ingin tahu pada siswa
2 Merumuskan masalah Memfokuskan siswa pada apa yang ingin dicari
3 Merumuskan jawaban sementara Menjadikan siswa terlatih dengan merumuskan jawaban sementara
4 Memprediksi Membuat siswa merancang cara yang tepat untuk menguji jawaban sementara
5 Mengumpulkan data Melatihkan kemampuan observasi pada siswa
6 Mengolah data Melatihkan kemampuan interpretasi data
7 Menarik kesimpulan Siswa dilatih bagaimana membuat kesimpulan dari kecendrungan data yang didapatkan
8 Aplikasi konsep Siswa mampu mencari hubungan, aplikasi, dan mensistesis konsep yang telah dipelajari dalam situasi yang berbeda-beda.

Berdasarkan tahap-tahapan yang ada pada pembelajaran inkuiri diatas, maka dapat dsimpulkan bahwa pembelajaran inkuiri adalah pembelajaran yang cocok digunakan jika ingin melatihkan kemampuan literasi sains pada siswa. tahap-tahapan yang ada pada pemebalajaran sains tersebut melatihkan kemampuan kemapuan yang dimilki oleh saintis sehingga secara tidak langsung model pembelajaran ini dapat melatihkan kemampuan perbikir tingkat tinggi.

  1. c.  Sistem Penilaian yang digunakan untuk mengukur kemampuan literasi sains

Begitu banyak model-model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan model pembelajaran inkuiri. Model-model terapan ini disesuaikan dengan tujuan pembelajaran dan kompetensi yang ingin dicapai. Tiga komponen penting dalam sebuah pembelajaran, yaitu perencanaan, proses dan evaluasi. Evaluasi adalah sistem penilaian dimana system penilaian ini akan digunakan sebagai dasar dalam mengambil kebijakan. Evaluasi di awali oleh proses pencatatan data. Data yang dicatat menggunakan alat pencatatan atau alat ukur yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Jika tujuan pembelajaran yang akan dicapai adalah literasi sains maka alat ukur yang digunakan haruslah benar-benar bisa mengakses informasi mengenai kemampuan literasi sains siswa.

Salah satu komponen yang bisa diukur untuk mengakses kemampuan literasi sains siswa adalah dengan mengakses kemampuan inquiri. Wenning (2007) dalam jurnalnya Assessing Inquiry Skills as a component of Scientific Literacy mengatakan bahwa kemampuan literasi sains dapat diketahui dengan mengukur kemampuan inkuiri siswa. Kemampuan inkuiri berati kemampuan menyelidiki. Dalam penyelidikan ilmiah terdapat beberapa kompetensi yang harus dimiliki siswa, kompetensi itu antara lain:

  1. Memiliki rasa ingin tahu yang kuat akan masalah yang akan diinvestigasi
  2. Mampu mengindentifikasi masalah yang akan diinvestigasi
  3. Menggunakan pola pikir induktif, sehingga siswa mampu menyusun hipotesis
  4. Menggunakan pola pikir deduktif, sehingga siswa memformulasikan kemungkinan apa yang akan terjadi berdasarkan hipotesa yang sudah disusun
  5. Mampu merancang eksperimen dan melakukan observasi untuk menguji hipotesa
  6. Mengumpulkan data, mengorganisasi data, dan menganalisa data secara akurat
  7. Mampu mengaplikasikan perhitungan statistik dalam pengolahan data untuk mengambil kesimpulan
  8. Dapat menjelaskan secara logis hasil eksperimen jika data yang diinginkan tidak didapat
  9. Menggunakan teknologi untuk mengkomunikasikan hasil temuan

Salah satu cara yang bisa digunakan untuk mengukur literasi sains siswa adalah dengan menjadikan komponen-komponen inkuiri diatas sebagai indikator ketercapapaian tujuan pembelajaran. Jika yang ingin dicapai adalah kemampuan inkuiri, maka yang cocok digunakan sebagai model pembelajaran adalah model pembelajaran inkuiri. Model pembelajaran inkuiri dan system penilaian inkuiri sudah meruakan satu paket yang dapat diaplikasikan dalam suatu pembelajaran.

Literasi sains tidak hanya bisa diukur melalui melalui kompetensi inkuiri siswa, namun bisa juga diukur dengan kompetensi yang lain. Sebelum mengukur kemampuan literasi sains, maka kita harus menentukan terlebih dahulu indikator yang bisa dijadikan sebagai penanda bahwa siswa memiliki kemampuan literasi sains.

PISA menteapkan tiga dimensi besar literasi sains dalam pengukurannya, yaitu proses sains, konten sains, dan konteks aplikasi sains. Proses sains merujuk pada proses mental yang terlibat ketika menjawab suatu pertanyaan atau memecahkan masalah, seperti mengidentifikasi dan menginterpretasi bukti serta menerangkan kesimpulan. Termasuk didalamnya mengenal jenis pertanyaan yang dapat dan tidak dapat dijawab oleh sains, mengenal bukti apa yang diperlukan dalam suatu penyelidikan sains, serta mengenal kesimpulan yang sesuai dengan bukti yang ada. Konten sains merujuk pada konsep-konsep kunci yang diperlukan untuk memahami fenomena alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia. PISA tidak secara khusus membatasi cakupan konten sains hanya pada pengetahuan yang menjadi materi kurikulum sains sekolah, namun pengetahuan ini dapat pula bersumber dari sumber-sumber yang lain. Konteks sains merujuk pada situasi dalam kehidupan sehari-hari yang menjadi lahan bagi aplikasi proses dan pemahaman konsep sains. Dalam kaitan ini PISA membagi bidang aplikasi literasi sains dalam beberapa kelompok, yaitu; kehidupan dan kesehatan, bumi dan lingkungan, serta teknologi.

Tiga dimensi versi PISA juga bisa dijadikan acuan dalam penyusunan indikator ketercapaian literasi sains siswa. dimensi-dimensi diatas tinggal disesuaikan dengan mata pelajaran yang akan disampaikan. Pada jurnal yang sama PISA juga mendeskripsikan topik-topik apa saja yang bisa menjadi sumber belajar agar literasi sains dapat diwujudkan. Topik-topik tersebut diantaranya: struktur dan sifat materi, perubahan atmosfer, perubahan fisis dan perubahan kimia, transformasi energy, gerak dan gaya, bentuk dan fungsi, biologi manusia, perubahan fisiologis, keragaman mahluk hidup, pengendalian genetik, ekosistem, bumi dan kedudukannya di alam semesta serta perubahan geologis. Secara umum topik-topik diatas dapat dikategorikan berasal dari tiga mata pelajaran yaitu: fisika, biologi dan kimia.

Pengembanagan alat ukur literasi sains disesuaikan dengan mata pelajaran yang akan dilihat literasi sainsnya, sehingga hadirlah fisika literasi, kimia literasi, ataupun biologi literasi. Semua ini dilakukan bertujuan untuk seberapa besar konsep-konsep fisika, kimia dan biologi dapat diaplikasikan oleh siswa agar dapat memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Satu penelitian yang bisa menjadi acuan dalam pengembangan alat ukur literasi sain adalah penelitian yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan Sains di Negara Israel. Literasi sains yang diukur adalah literasi sains pada cabang disiplin ilmu kimia. Jurnal ini berjudul The Use Of Scientific Literacy Taxonomy For Assessing The Development Of Chemical Literacy Among High School Students. Penelitian dalam jurnal ini dilakukan pada kelas 10 sampai kelas 12 untuk melihat apakah ada pengaruh pembelajaran kimia pada literasi sains. Untuk kelas 10 yang baru masuk pertanyaan penelitian yang diungkapkan dalam penelitian ini adalah, apakah ada pengaruhnya pembelajaran kimia pada tingkat dasar pada kimia literasi siswa. Sedangkan untuk siswa diakhir kelas 10, pertengahan kelas 11 dan diakhir kelas 12, pertanyaan yang akan dicari jawabannya dalam penelitian adalah apakah ada pengaruhnya dan apakah terdapat perbedaan mengenai materi kimia yang didapatkan dikelas 10, 11 dan 12 terhadap kimia literasi siswa.

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian diatas maka, dikembangkanlah alat ukur kimia literasi yang mengacu pada jurnal yang dikeluarkan oleh PISA. Terdapat empat indikator yang dijadikan acuan, tiga indikator tersebut adalah:

  • Nominal Literacy à dapat mengenali konsep-konsep kimia
    • Functional Literacy à dapat menentukan beberapa konsep inti dari pembelajaran kimia
    • Conseptual Literacy à menggunakan pemahaman mengenai konsep kimia agar dapat memahami fenomena-fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
      • Multi-Dimensional Literacy à menggunakan pemahaman kimia untuk membaca dan menganalisa artikel-artikel kimia, informasi yang terdapat dalam tulisan-tulisan kimia.

Acuan-acuan diatas selanjutnya diturunkan menjadi indikator-indikator yang lebih operasional. Untuk kemampuan nominal literasi instrument yang digunakan adalah skala Likert, artinya siswa memberikan nilai dari 1-3. Fungsional Literasi diberikan dalam pertanyaan terbuka, untuk kemampuan konseptual literasi diberikan pertanyaan dengan pilihan jawaban berganda, sedangkan Multidimensional Literasi diujikan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan terbuka.

Untuk menguji kemampuan nominal literacy, siswa dihadapkan dengan beberapa pertanyaan, pertanyaan yang dikemukakan diambil dari beberapa topik. Siswa diminta memberikan skala 1-3, angka 1 untuk tidak tahu sama sekali, angka 2 untuk sedikit tau, dan angka 3 untuk sangat tahu. Topic-topik yang ditanyakan dalam nominal literacy adalah saintific Inkuiri, Konsep struktur mikro, kimia material, reaksi kimia. Untuk menguji kemampuan funsional Literasi, siswa diminta untuk memberikan penjelasan mengenai masalah-masalah yang diberikan. Masalah-masalah yang diberikan adalah mengenai molekul, reaksi kimia, asam, ozon, ikatan kimia dan temperature. Konseptual Literasi diuji dengan meminta pendapat siswa, mengenai fenomena-fenomena kimia yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Pendapat yang diberikan dikategorikan dalam tiga kategori, pernyataan benar, pernyataan salah, dan saya tidak tahu. Contoh pertanyaan untuk menguji kemampuan konseptual literasi ini adalah ketika botol parfum dibuka maka beberapa saat kemudian ruangan terisi oleh molekul-molekul parfum yang tersebara melalui udara. Untuk mengetahui kemampuan multi dimensional literasi, siswa diberikan artikel-artikel yang berkaitan dengan kimia, serta isu-isu social yang berkaitan dengan kimia literasi. Dalam jurnal ini dipaparkan pertanyaan yang diberikan untuk menguji kemampuan multi dimensional kimia literasi siswa adalah dengan memberikan artikel yang salah satu artikelnya bertemakan peran ilmu kimia dalam mengurangi masalah polusi dan sampah. Kemudian pertanyaan juga diberikan melalui paragraf yang menceritakan bahaya yang dapat ditimbulkan oleh pengonsumsian garam secara berlebihan. Yang diukur dari respon siswa melalui pertanyaan terbuka yang diberikan adalah kemampuan-kemampuan sebagai berikut:

  1. Mengerti informasi yang terdapat dalam paragraph atau pemahaman bacaan
  2. Menghubungkan tema dalam artikel yang dibaca dengan konsep kimia yang sebelumnya sudah dipelajari
  3. Memberikan penjelasan mengenai keputusan apa yang paling tepat untuk dipilih dan mampu memberikan alasan yang logis dari setiap pertanyaan
  4. Dapat memberikan pertanyaan lebih lanjut mengenai hal apa yang ingin diketahui oleh siswa.

Agar pertanyaan penelitian dapat dijawab, maka data-data yang didapatkan diolah dan dikelompokkan sehingga dapat dibuat kesimpulan. cara pengolahan data untuk setiap pertanyaan instrument dapat disusun dalam table berikut. Agar dapat mengatahui bagaimana pengaruh konsep dasar kimia yang diberikan pada kelas 10 terhadap kimia literasi maka data-data yang didapatkan dikelompokkan dalam table berikut.

Tabel 2. Matrik instrument dan data penelitian

No

Kemampuan yang diukur

Instrumen yang digunakan

Data yang didapatkan

Pengolahan data

1 Nominal Literacy dan Fungsional Literacy Angket, dengan skala Likert (1-3) Jumlah siswa yang menjawab 1,2 dan 3 Data yang didapatkan dibandingkan antara kelas sepuluh diawal tahun ajaran dan kelas sepuluh diakhir tahun ajaran, digunakan pada sampel yang sama

Hubungan dengan literasi sains dicari dengan menggunakan t tes

2 Konseptual Literasi Angket dalam skala Likert 1-3 Tanggapan siswa pernyataan benar, pernyataan salah, dan saya tidak tahu Pengolahan data sama dengan pengolahan data Nominal dan fungsional literasi
3 Multi dimensional Literasi Pertanyaan terbuka Jawaban siswa berupa penjelasan Jawaban siswa dikategorikan

1. Jawaban salah dan alasan tidak mencerminkan pemahaman yang sesuai

2. Setengah benar, menunjukkan pemahaman yang benar namun tidak memberikan alasan yang memadai

  1. Jawaban benar menggambarkan jawaban dan pemahaman yang benar

Untuk menjawab pertanyaan penelitian yang kedua yaitu apakah ada pengaruh bertambahnya pelajaran kimia pada kelas 10 akhir, kelas 11 pertengahan dan kelas 12 akhir, maka data-data yang didapatkan di kelompokkan dengan cara yang sama dengan pengelompokkan data sebelumnya. Namun untuk mencari korelasinya digunakanlah analisis variansi atau Anova.

Alat akur literasi sains yang diuraikan diatas dapat menjadi rujukan untuk mengembangkan alat ukur literasi sains yang diinginkan.

d. Topik-Topik yang Terkait

ª    Keterampilan Generik Sains

ª    Literasi Energi

  1. III.        Rencana Penelitian Lanjut

Literasi sains merupakan tujuan pendidikan khususnya pembelajaran Fisika yang harus dikembangkan, diteliti dan di evaluasi pelaksanaannya. Penulis akan mengembangkan suatu metode pembelajaran berbasis inkuiri yang dapat meningkatkan kemampuan literasi sains siswa, baik sekolah menengah maupun sekolah tingkat tinggi. Selain itu perlu juga disusun alat ukur literasi sains, agar dapat mengukur indikator-indikator literasi sains yang sudah dibuat. Ide-ide ini akan peneliti laksanakan pada penelitian-penelitian terkait dengan literasi sains selanjutnya.

  1. IV.        Penutup

Melalui uraian yang dikemukakan di atas maka terdapat hal-hal penting yang bisa kita simpulkan, beberapa hal penting itu adalah:

  1. Mengetahui pengertian literasi sains
  2. Mengetahui prinsip-prinsip yang harus ada dalam pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan literasi sains
  3. Mengetahui indikator-indikator yang dapat digunakan untuk mengakses kemampuan literasi sains
  4. Mendapatkan gambaran mengenai alat ukur yang bisa digunakan dan dijadikan rujukan untuk mengukur literasi sains
  5. Mendapatkan gambaran pengolahan data agar dapat menjawab pertanyaan penelitian berkaitan dengan literasi sains.

   V.        Daftar Pustaka

Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Standar Kompetensi Mata Pelajaran Fisika Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah, Jakarta: Depdikbud

Holbrook Jack. (2009). “ The Meaning of Scientific Literacy”. International Journal of Environmental & Science Educational, 4 (3), 144-150

Hobson Art. (2005). “Teaching Relevant Science For Scientific Literacy”. Journal of College Science Teaching

Larmer, J. (September 2010). 7 Essentials For Project-Based Learning. Educational Leadership, Halaman 34-37

Liu Xiufeng. (2009). “ Special Issue On Science Literacy”. International Journal Of Environment & Sciene Education, 4 (3). 1-11

OECD-PISA. (2006). Science Competencies for Tomorrow’s World. 1: Analysis. USA: OECD-PISAs

Shwartz et al. (2006). The Use of Scientific Literacy taxonomy for Assessing Through Development of Chemical Literacy Among High-School Students. Journal of Chemistry Education Research and Practice: 7 (4), 203-204

Wenning J Carl. (2007). “ Assessing Inquiry Skills As A Component of Scientific Lietracy”. Journal of Physics Teacher Education Online, 4 (2), 91-100


[1] Permendiknas nomor 22- 24 tahun 2006 tentang Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan

[2] Merupakan Strudi internasional yang dikembangkan OECD (sebuah forum Negara-negara maju yang membagi pengalaman penuntasan masalah-masalah bersama) yang dimulai tahun 2000 dengan tujuan mengevaluasi sistem pendidikan di berbagai belahan dunia dengan melakukan tes terhdapa anak usia 15 tahun pada negara yang ikut terlibat. Bisa diakses di http://www.pisa.oecd.org/pages/0,3417,en_32252351_32235907_1_1_1_1_1,00.html

[3] Aspek Pengetahuan dari taksonomi bloom yang sudah direvisi, yaitu enam domain pengetahuan (Remembring, Understanding, Applying, Analysing, Evaluating dan Creating) dan empat bentuk pengetahuan (Faktual, Konseptual, Prosedural dan Metakognisi)

About vivitmuzaki

nice girl
This entry was posted in Kuliah and tagged , , . Bookmark the permalink.

Leave a comment